sedih

Ujian Nanum Myeongjo

Oke! Di bawah ini adalahTeks apa pun yang berlanjut tanpa gangguan, panjangnya 100 barisSaya langsung menuliskannya. Tidak ada tema, dan saya secara alami mengubah suasana hati, memadukan imajinasi, kehidupan sehari-hari, dan emosi.


Pagi itu terasa begitu lembut, sinar matahari menembus tirai, menghangatkan ruangan, dan di luar jendela, seekor burung pipit bernyanyi di atas kabel listrik. Perlahan aku membuka mata, dan bayangan dari mimpiku semalam kembali membanjiri pikiranku. Aku berjalan tanpa henti bersama seseorang, sebuah gang yang terasa familiar terulang berulang kali. Aku merasa sedikit pusing saat duduk, tetapi rasa pusing itu segera mereda. Aku pergi ke dapur, menyalakan teko kopi, dan menghangatkan sebentar croissant yang kubeli kemarin di microwave. Aroma roti renyah dan aroma biji kopi yang kaya bercampur, menghadirkan sedikit rasa bahagia. Aku melihat ponselku dan melihat beberapa notifikasi baru. Salah satunya adalah email dari alamat yang tak kukenal. Tanpa sadar aku mengkliknya, dan ternyata itu dari seorang kenalan lama. Sebuah sapaan singkat, tetapi untuk sesaat, hatiku mencelos. Kenangan kebersamaan kita bertahun-tahun lalu mengalir kembali seperti air. Kami sering tertawa saat itu, dan terkadang, tanpa alasan, kami menjauh. Aku membalas emailnya singkat, mengatakan bahwa aku baik-baik saja dan menyarankan kita bertemu untuk minum teh kapan-kapan. Menulis pesan itu saja rasanya menjernihkan sebagian pikiranku. Angin sepoi-sepoi bertiup di luar jendela. Daun-daun pohon berdesir lembut, dan aku bisa mendengar langkah kaki berlalu di lorong apartemen. Aku menatap kosong ke luar jendela sejenak, menyeruput kopi. Apa yang harus kulakukan hari ini? Aku tidak punya banyak rencana, tapi rasanya sia-sia kalau tidak melakukan apa-apa. Aku menyalakan laptop dan mencari film yang belum pernah kutonton sebelumnya, lalu memutar film pendek yang direkomendasikan seorang teman dulu. Ceritanya gelap dan tenang, tapi anehnya, film itu memberiku kedamaian. Setelah menonton film, tiba-tiba aku merasa ingin keluar. Tanpa pikir panjang, aku berpakaian, memakai sepatu, dan keluar rumah. Sinar matahari masih hangat, dan orang-orang di jalan mulai menjalani kehidupan sehari-hari mereka. Aku berjalan menuju taman dan memasang earphone. Sebuah alunan piano yang berirama santai diputar di radio, dan untuk sesaat, dunia terasa bergerak sangat lambat. Aku duduk di bangku taman dan memperhatikan orang-orang. Sepasang lansia mengajak anjing mereka berjalan-jalan, seorang anak kecil bersepeda, dan orang-orang membaca buku dengan tenang. Semua orang bergerak dengan ritme yang berbeda, dan saya merasakan kelonggaran untuk tidak melakukan apa pun di tengah semua ini. Saya mengeluarkan ponsel dan mengambil beberapa foto. Pemandangan itu tidak terlalu istimewa, tetapi saya ingin mengabadikan momen itu. Saat saya sedang memotret, seseorang tiba-tiba terlintas di benak saya. Seseorang yang pernah tertawa bersama saya, mengabadikan pemandangan ini. Di mana orang itu sekarang, dan apa yang sedang dilihatnya? Tiba-tiba saya merasa ingin bertemu mereka, tetapi segera menepis pikiran itu. Rasanya seperti ada benang merah di antara orang-orang yang mengalir lalu putus. Semakin Anda mencoba mengikatnya, semakin mudah ia terurai, dan jika Anda membiarkannya mengalir, Anda mungkin akan menemukannya lagi suatu hari nanti. Dengan pikiran itu, saya berdiri. Saya berjalan perlahan di sepanjang jalan setapak yang bermandikan sinar matahari. Bunga-bunga cosmos yang mekar di sepanjang jalan bergoyang tertiup angin sepoi-sepoi, dan serangga-serangga kecil beterbangan di antaranya. Saya berhenti sejenak dan memandangi bunga-bunga itu. Mereka tampak begitu kecil dan rapuh, namun mereka tetap utuh tertiup angin, sama seperti orang-orang itu. Sambil berjalan lagi, aku berpikir untuk menuliskannya suatu hari nanti. Mungkin jika aku mengumpulkan hari-hari biasa ini, momen-momen tak berarti ini, mereka mungkin bisa menghibur seseorang. Angin menerpa pipiku, dan aku mendengar tawa anak-anak di kejauhan. Aku memasang kembali earphone-ku dan memutar lagu yang familiar dari daftar putarku. Maka, hari itu pun berlalu perlahan dan sunyi. Mengerti! Di bawah iniTeks apa pun yang berlanjut tanpa gangguan, panjangnya 100 barisSaya langsung menuliskannya. Tidak ada tema, dan saya secara alami mengubah suasana hati, memadukan imajinasi, kehidupan sehari-hari, dan emosi.


Pagi itu terasa begitu lembut, sinar matahari menembus tirai, menghangatkan ruangan, dan di luar jendela, seekor burung pipit bernyanyi di atas kabel listrik. Perlahan aku membuka mata, dan bayangan dari mimpiku semalam kembali membanjiri pikiranku. Aku berjalan tanpa henti bersama seseorang, sebuah gang yang terasa familiar terulang berulang kali. Aku merasa sedikit pusing saat duduk, tetapi rasa pusing itu segera mereda. Aku pergi ke dapur, menyalakan teko kopi, dan menghangatkan sebentar croissant yang kubeli kemarin di microwave. Aroma roti renyah dan aroma biji kopi yang kaya bercampur, menghadirkan sedikit rasa bahagia. Aku melihat ponselku dan melihat beberapa notifikasi baru. Salah satunya adalah email dari alamat yang tak kukenal. Tanpa sadar aku mengkliknya, dan ternyata itu dari seorang kenalan lama. Sebuah sapaan singkat, tetapi untuk sesaat, hatiku mencelos. Kenangan kebersamaan kita bertahun-tahun lalu mengalir kembali seperti air. Kami sering tertawa saat itu, dan terkadang, tanpa alasan, kami menjauh. Aku membalas emailnya singkat, mengatakan bahwa aku baik-baik saja dan menyarankan kita bertemu untuk minum teh kapan-kapan. Menulis pesan itu saja rasanya menjernihkan sebagian pikiranku. Angin sepoi-sepoi bertiup di luar jendela. Daun-daun pohon berdesir lembut, dan aku bisa mendengar langkah kaki berlalu di lorong apartemen. Aku menatap kosong ke luar jendela sejenak, menyeruput kopi. Apa yang harus kulakukan hari ini? Aku tidak punya banyak rencana, tapi rasanya sia-sia kalau tidak melakukan apa-apa. Aku menyalakan laptop dan mencari film yang belum pernah kutonton sebelumnya, lalu memutar film pendek yang direkomendasikan seorang teman dulu. Ceritanya gelap dan tenang, tapi anehnya, film itu memberiku kedamaian. Setelah menonton film, tiba-tiba aku merasa ingin keluar. Tanpa pikir panjang, aku berpakaian, memakai sepatu, dan keluar rumah. Sinar matahari masih hangat, dan orang-orang di jalan mulai menjalani kehidupan sehari-hari mereka. Aku berjalan menuju taman dan memasang earphone. Sebuah alunan piano yang berirama santai diputar di radio, dan untuk sesaat, dunia terasa bergerak sangat lambat. Aku duduk di bangku taman dan memperhatikan orang-orang. Sepasang lansia mengajak anjing mereka berjalan-jalan, seorang anak kecil bersepeda, dan orang-orang membaca buku dengan tenang. Semua orang bergerak dengan ritme yang berbeda, dan saya merasakan kelonggaran untuk tidak melakukan apa pun di tengah semua ini. Saya mengeluarkan ponsel dan mengambil beberapa foto. Pemandangan itu tidak terlalu istimewa, tetapi saya ingin mengabadikan momen itu. Saat saya sedang memotret, seseorang tiba-tiba terlintas di benak saya. Seseorang yang pernah tertawa bersama saya, mengabadikan pemandangan ini. Di mana orang itu sekarang, dan apa yang sedang dilihatnya? Tiba-tiba saya merasa ingin bertemu mereka, tetapi segera menepis pikiran itu. Rasanya seperti ada benang merah di antara orang-orang yang mengalir lalu putus. Semakin Anda mencoba mengikatnya, semakin mudah ia terurai, dan jika Anda membiarkannya mengalir, Anda mungkin akan menemukannya lagi suatu hari nanti. Dengan pikiran itu, saya berdiri. Saya berjalan perlahan di sepanjang jalan setapak yang bermandikan sinar matahari. Bunga-bunga cosmos yang mekar di sepanjang jalan bergoyang tertiup angin sepoi-sepoi, dan serangga-serangga kecil beterbangan di antaranya. Saya berhenti sejenak dan memandangi bunga-bunga itu. Mereka tampak begitu kecil dan rapuh, namun mereka tetap utuh tertiup angin, sama seperti orang-orang itu. Sambil berjalan lagi, aku berpikir untuk menuliskannya suatu hari nanti. Mungkin jika aku mengumpulkan hari-hari biasa ini, momen-momen tak berarti ini, mereka mungkin bisa menghibur seseorang. Angin menerpa pipiku, dan aku mendengar tawa anak-anak di kejauhan. Aku memasang kembali earphone-ku dan memutar lagu yang familiar dari daftar putarku. Maka, hari itu pun berlalu perlahan dan sunyi. Mengerti! Di bawah iniTeks apa pun yang berlanjut tanpa gangguan, panjangnya 100 barisSaya langsung menuliskannya. Tidak ada tema, dan saya secara alami mengubah suasana hati, memadukan imajinasi, kehidupan sehari-hari, dan emosi.


Pagi itu terasa begitu lembut, sinar matahari menembus tirai, menghangatkan ruangan, dan di luar jendela, seekor burung pipit bernyanyi di atas kabel listrik. Perlahan aku membuka mata, dan bayangan dari mimpiku semalam kembali membanjiri pikiranku. Aku berjalan tanpa henti bersama seseorang, sebuah gang yang terasa familiar terulang berulang kali. Aku merasa sedikit pusing saat duduk, tetapi rasa pusing itu segera mereda. Aku pergi ke dapur, menyalakan teko kopi, dan menghangatkan sebentar croissant yang kubeli kemarin di microwave. Aroma roti renyah dan aroma biji kopi yang kaya bercampur, menghadirkan sedikit rasa bahagia. Aku melihat ponselku dan melihat beberapa notifikasi baru. Salah satunya adalah email dari alamat yang tak kukenal. Tanpa sadar aku mengkliknya, dan ternyata itu dari seorang kenalan lama. Sebuah sapaan singkat, tetapi untuk sesaat, hatiku mencelos. Kenangan kebersamaan kita bertahun-tahun lalu mengalir kembali seperti air. Kami sering tertawa saat itu, dan terkadang, tanpa alasan, kami menjauh. Aku membalas emailnya singkat, mengatakan bahwa aku baik-baik saja dan menyarankan kita bertemu untuk minum teh kapan-kapan. Menulis pesan itu saja rasanya menjernihkan sebagian pikiranku. Angin sepoi-sepoi bertiup di luar jendela. Daun-daun pohon berdesir lembut, dan aku bisa mendengar langkah kaki berlalu di lorong apartemen. Aku menatap kosong ke luar jendela sejenak, menyeruput kopi. Apa yang harus kulakukan hari ini? Aku tidak punya banyak rencana, tapi rasanya sia-sia kalau tidak melakukan apa-apa. Aku menyalakan laptop dan mencari film yang belum pernah kutonton sebelumnya, lalu memutar film pendek yang direkomendasikan seorang teman dulu. Ceritanya gelap dan tenang, tapi anehnya, film itu memberiku kedamaian. Setelah menonton film, tiba-tiba aku merasa ingin keluar. Tanpa pikir panjang, aku berpakaian, memakai sepatu, dan keluar rumah. Sinar matahari masih hangat, dan orang-orang di jalan mulai menjalani kehidupan sehari-hari mereka. Aku berjalan menuju taman dan memasang earphone. Sebuah alunan piano yang berirama santai diputar di radio, dan untuk sesaat, dunia terasa bergerak sangat lambat. Aku duduk di bangku taman dan memperhatikan orang-orang. Sepasang lansia mengajak anjing mereka berjalan-jalan, seorang anak kecil bersepeda, dan orang-orang membaca buku dengan tenang. Semua orang bergerak dengan ritme yang berbeda, dan saya merasakan kelonggaran untuk tidak melakukan apa pun di tengah semua ini. Saya mengeluarkan ponsel dan mengambil beberapa foto. Pemandangan itu tidak terlalu istimewa, tetapi saya ingin mengabadikan momen itu. Saat saya sedang memotret, seseorang tiba-tiba terlintas di benak saya. Seseorang yang pernah tertawa bersama saya, mengabadikan pemandangan ini. Di mana orang itu sekarang, dan apa yang sedang dilihatnya? Tiba-tiba saya merasa ingin bertemu mereka, tetapi segera menepis pikiran itu. Rasanya seperti ada benang merah di antara orang-orang yang mengalir lalu putus. Semakin Anda mencoba mengikatnya, semakin mudah ia terurai, dan jika Anda membiarkannya mengalir, Anda mungkin akan menemukannya lagi suatu hari nanti. Dengan pikiran itu, saya berdiri. Saya berjalan perlahan di sepanjang jalan setapak yang bermandikan sinar matahari. Bunga-bunga cosmos yang mekar di sepanjang jalan bergoyang tertiup angin sepoi-sepoi, dan serangga-serangga kecil beterbangan di antaranya. Saya berhenti sejenak dan memandangi bunga-bunga itu. Mereka tampak begitu kecil dan rapuh, namun mereka tetap utuh tertiup angin, sama seperti orang-orang itu. Sambil berjalan lagi, aku berpikir untuk menuliskannya suatu hari nanti. Mungkin jika aku mengumpulkan hari-hari biasa ini, momen-momen tak berarti ini, mereka mungkin bisa menghibur seseorang. Angin menerpa pipiku, dan aku mendengar tawa anak-anak di kejauhan. Aku memasang kembali earphone-ku dan memutar lagu yang familiar dari daftar putarku. Maka, hari itu pun berlalu perlahan dan sunyi. Mengerti! Di bawah iniTeks apa pun yang berlanjut tanpa gangguan, panjangnya 100 barisSaya langsung menuliskannya. Tidak ada tema, dan saya secara alami mengubah suasana hati, memadukan imajinasi, kehidupan sehari-hari, dan emosi.


Pagi itu terasa begitu lembut, sinar matahari menembus tirai, menghangatkan ruangan, dan di luar jendela, seekor burung pipit bernyanyi di atas kabel listrik. Perlahan aku membuka mata, dan bayangan dari mimpiku semalam kembali membanjiri pikiranku. Aku berjalan tanpa henti bersama seseorang, sebuah gang yang terasa familiar terulang berulang kali. Aku merasa sedikit pusing saat duduk, tetapi rasa pusing itu segera mereda. Aku pergi ke dapur, menyalakan teko kopi, dan menghangatkan sebentar croissant yang kubeli kemarin di microwave. Aroma roti renyah dan aroma biji kopi yang kaya bercampur, menghadirkan sedikit rasa bahagia. Aku melihat ponselku dan melihat beberapa notifikasi baru. Salah satunya adalah email dari alamat yang tak kukenal. Tanpa sadar aku mengkliknya, dan ternyata itu dari seorang kenalan lama. Sebuah sapaan singkat, tetapi untuk sesaat, hatiku mencelos. Kenangan kebersamaan kita bertahun-tahun lalu mengalir kembali seperti air. Kami sering tertawa saat itu, dan terkadang, tanpa alasan, kami menjauh. Aku membalas emailnya singkat, mengatakan bahwa aku baik-baik saja dan menyarankan kita bertemu untuk minum teh kapan-kapan. Menulis pesan itu saja rasanya menjernihkan sebagian pikiranku. Angin sepoi-sepoi bertiup di luar jendela. Daun-daun pohon berdesir lembut, dan aku bisa mendengar langkah kaki berlalu di lorong apartemen. Aku menatap kosong ke luar jendela sejenak, menyeruput kopi. Apa yang harus kulakukan hari ini? Aku tidak punya banyak rencana, tapi rasanya sia-sia kalau tidak melakukan apa-apa. Aku menyalakan laptop dan mencari film yang belum pernah kutonton sebelumnya, lalu memutar film pendek yang direkomendasikan seorang teman dulu. Ceritanya gelap dan tenang, tapi anehnya, film itu memberiku kedamaian. Setelah menonton film, tiba-tiba aku merasa ingin keluar. Tanpa pikir panjang, aku berpakaian, memakai sepatu, dan keluar rumah. Sinar matahari masih hangat, dan orang-orang di jalan mulai menjalani kehidupan sehari-hari mereka. Aku berjalan menuju taman dan memasang earphone. Sebuah alunan piano yang berirama santai diputar di radio, dan untuk sesaat, dunia terasa bergerak sangat lambat. Aku duduk di bangku taman dan memperhatikan orang-orang. Sepasang lansia mengajak anjing mereka berjalan-jalan, seorang anak kecil bersepeda, dan orang-orang membaca buku dengan tenang. Semua orang bergerak dengan ritme yang berbeda, dan saya merasakan kelonggaran untuk tidak melakukan apa pun di tengah semua ini. Saya mengeluarkan ponsel dan mengambil beberapa foto. Pemandangan itu tidak terlalu istimewa, tetapi saya ingin mengabadikan momen itu. Saat saya sedang memotret, seseorang tiba-tiba terlintas di benak saya. Seseorang yang pernah tertawa bersama saya, mengabadikan pemandangan ini. Di mana orang itu sekarang, dan apa yang sedang dilihatnya? Tiba-tiba saya merasa ingin bertemu mereka, tetapi segera menepis pikiran itu. Rasanya seperti ada benang merah di antara orang-orang yang mengalir lalu putus. Semakin Anda mencoba mengikatnya, semakin mudah ia terurai, dan jika Anda membiarkannya mengalir, Anda mungkin akan menemukannya lagi suatu hari nanti. Dengan pikiran itu, saya berdiri. Saya berjalan perlahan di sepanjang jalan setapak yang bermandikan sinar matahari. Bunga-bunga cosmos yang mekar di sepanjang jalan bergoyang tertiup angin sepoi-sepoi, dan serangga-serangga kecil beterbangan di antaranya. Saya berhenti sejenak dan memandangi bunga-bunga itu. Mereka tampak begitu kecil dan rapuh, namun mereka tetap utuh tertiup angin, sama seperti orang-orang itu. Sambil berjalan lagi, aku berpikir untuk menuliskannya suatu hari nanti. Mungkin jika aku mengumpulkan hari-hari biasa ini, momen-momen tak berarti ini, mereka mungkin bisa menghibur seseorang. Angin menerpa pipiku, dan aku mendengar tawa anak-anak di kejauhan. Aku memasang kembali earphone-ku dan memutar lagu yang familiar dari daftar putarku. Maka, hari itu pun berlalu perlahan dan sunyi. Mengerti! Di bawah iniTeks apa pun yang berlanjut tanpa gangguan, panjangnya 100 barisSaya langsung menuliskannya. Tidak ada tema, dan saya secara alami mengubah suasana hati, memadukan imajinasi, kehidupan sehari-hari, dan emosi.


Pagi itu terasa begitu lembut, sinar matahari menembus tirai, menghangatkan ruangan, dan di luar jendela, seekor burung pipit bernyanyi di atas kabel listrik. Perlahan aku membuka mata, dan bayangan dari mimpiku semalam kembali membanjiri pikiranku. Aku berjalan tanpa henti bersama seseorang, sebuah gang yang terasa familiar terulang berulang kali. Aku merasa sedikit pusing saat duduk, tetapi rasa pusing itu segera mereda. Aku pergi ke dapur, menyalakan teko kopi, dan menghangatkan sebentar croissant yang kubeli kemarin di microwave. Aroma roti renyah dan aroma biji kopi yang kaya bercampur, menghadirkan sedikit rasa bahagia. Aku melihat ponselku dan melihat beberapa notifikasi baru. Salah satunya adalah email dari alamat yang tak kukenal. Tanpa sadar aku mengkliknya, dan ternyata itu dari seorang kenalan lama. Sebuah sapaan singkat, tetapi untuk sesaat, hatiku mencelos. Kenangan kebersamaan kita bertahun-tahun lalu mengalir kembali seperti air. Kami sering tertawa saat itu, dan terkadang, tanpa alasan, kami menjauh. Aku membalas emailnya singkat, mengatakan bahwa aku baik-baik saja dan menyarankan kita bertemu untuk minum teh kapan-kapan. Menulis pesan itu saja rasanya menjernihkan sebagian pikiranku. Angin sepoi-sepoi bertiup di luar jendela. Daun-daun pohon berdesir lembut, dan aku bisa mendengar langkah kaki berlalu di lorong apartemen. Aku menatap kosong ke luar jendela sejenak, menyeruput kopi. Apa yang harus kulakukan hari ini? Aku tidak punya banyak rencana, tapi rasanya sia-sia kalau tidak melakukan apa-apa. Aku menyalakan laptop dan mencari film yang belum pernah kutonton sebelumnya, lalu memutar film pendek yang direkomendasikan seorang teman dulu. Ceritanya gelap dan tenang, tapi anehnya, film itu memberiku kedamaian. Setelah menonton film, tiba-tiba aku merasa ingin keluar. Tanpa pikir panjang, aku berpakaian, memakai sepatu, dan keluar rumah. Sinar matahari masih hangat, dan orang-orang di jalan mulai menjalani kehidupan sehari-hari mereka. Aku berjalan menuju taman dan memasang earphone. Sebuah alunan piano yang berirama santai diputar di radio, dan untuk sesaat, dunia terasa bergerak sangat lambat. Aku duduk di bangku taman dan memperhatikan orang-orang. Sepasang lansia mengajak anjing mereka berjalan-jalan, seorang anak kecil bersepeda, dan orang-orang membaca buku dengan tenang. Semua orang bergerak dengan ritme yang berbeda, dan saya merasakan kelonggaran untuk tidak melakukan apa pun di tengah semua ini. Saya mengeluarkan ponsel dan mengambil beberapa foto. Pemandangan itu tidak terlalu istimewa, tetapi saya ingin mengabadikan momen itu. Saat saya sedang memotret, seseorang tiba-tiba terlintas di benak saya. Seseorang yang pernah tertawa bersama saya, mengabadikan pemandangan ini. Di mana orang itu sekarang, dan apa yang sedang dilihatnya? Tiba-tiba saya merasa ingin bertemu mereka, tetapi segera menepis pikiran itu. Rasanya seperti ada benang merah di antara orang-orang yang mengalir lalu putus. Semakin Anda mencoba mengikatnya, semakin mudah ia terurai, dan jika Anda membiarkannya mengalir, Anda mungkin akan menemukannya lagi suatu hari nanti. Dengan pikiran itu, saya berdiri. Saya berjalan perlahan di sepanjang jalan setapak yang bermandikan sinar matahari. Bunga-bunga cosmos yang mekar di sepanjang jalan bergoyang tertiup angin sepoi-sepoi, dan serangga-serangga kecil beterbangan di antaranya. Saya berhenti sejenak dan memandangi bunga-bunga itu. Mereka tampak begitu kecil dan rapuh, namun mereka tetap utuh tertiup angin, sama seperti orang-orang itu. Sambil berjalan lagi, aku berpikir untuk menuliskannya suatu hari nanti. Mungkin jika aku mengumpulkan hari-hari biasa ini, momen-momen tak berarti ini, mereka mungkin bisa menghibur seseorang. Angin menerpa pipiku, dan aku mendengar tawa anak-anak di kejauhan. Aku memasang kembali earphone-ku dan memutar lagu yang familiar dari daftar putarku. Maka, hari itu berlalu dengan tenang, sedikit demi sedikit.